Rabu, 08 Januari 2014

Indische Partij
Latar Belakang Keistimewaan Indische Partij adalah usianya yang pendek, tetapi anggaran dasarnya dijadikan program politik pertama di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh Dr. Ernest Francois Douwes Dekker (alias Setyabudi) di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 dan merupakan organisasi campuran Indo dengan bumi putera. Douwes Dekker ingin melanjutkan Indische Bond, organisasi campuran Asia dan Eropa yang berdiri sejak tahun 1898. Indische Partij, sebagai organisasi politik semakin bertambah kuat setelah bekerjasama dengan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Sruyaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai”.
  • TokohIndische partij didirikan oleh tiga serangkai yaitu :
  • Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker
  • Umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi. Lahir di Pasuruan, Jawa Tengah, 8 Oktober 1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950 pada umur 70 tahun. Adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia. Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
  • Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo
  • Pecangakan, Ambarawa, Semarang, 1886 – Jakarta, 8 Maret 1943. Adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai" yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917. Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama anggota organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun 1920. Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad. Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke Banda. Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa.
  • Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara)
  • Sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro. Lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun. Adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
  • Suwardi Suryaningrat mendirikan Taman Siswa (1922) dan menentang Undang-Undang Sekolah Liar (1933). Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan perjuangannya yang radikal, walaupun ia dibuang bersama E.F.E. Douwes Dekker ke Belanda tahun 1913. Pada tahun 1926 ia dibuang lagi ke Banda dan sebelumnya dipenjarakan dua tahun di Bandung. Sebelum Jepang masuk ia dibebaskan dari penjara pada tahun 1943. E. F. E. Douwes Dekker melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari tanggal 15 September sampai dengan 3 Oktober 1912. Perjalanan itu ia pergunakan untuk melakukan rapat dengan golongan elit lokal seperti di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Semarang, Tegal, Pekalongan, dan Cirebon. E.F.E Douwes Dekker disambut hangat oleh pengurus Budi Utomo di Yogyakarta.
  • Sifat Perjuangan E.F.E. Douwes Dekker berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan kolonial, bangsa Indonesia dapat mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi sesama suku bangsa merupakan keharusan dalam pemerintahan. E.F.E. Douwes Dekker berpendapat, setiap gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang merupakan tujuan akhir. Pendapatnya itu disalurkan melalui majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Espres. E.F.E Douwes Dekker banyak berhubungan dengan para pelajar STOVIA di Jakarta. Menurut Suwardi Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij adalah orang Indo, tetapi tidak mengenal supermasi Indo atas Bumi Putera, bahkan ia menghendaki hilangnya golongan Indo dengan meleburkan diri dalam masyarakat bumi putera.
  • Dari Anggaran Dasar Indische Partij dapat disimpulkan bahwa tujuannya adalah untuk membangun lapangan hidup dan menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan guna memajukan tanah air Hindia Belanda dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Paham kebangsaan ini, setelah mengalami perjalanan panjang, diolah dalam Perhimpuan Indonesia (1924) dan Partai Nasional Indonesia. Semangat jiwa dari dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat sangat besar berpengaruh bagi pemimpin pergerakan waktu itu, terlebih lagi Indische Partij menunjukan garis politiknya secara jelas dan tegas serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat menjadi satu kesatuan penduduk yang multirasial. Suwardi Suryaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker ingin menggagalkan niat Belanda dengan tulisan yang berjudul Alk ik een Nederlander was yang artinya “Andaikata aku seorang Belanda”.
  • Pembubaran R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap. Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda.
  • Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT sedangkan Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Namun pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Selatan. Pada tahun 1913 partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar