KESENIAN BRAEN DESAGRANTUNG, KECAMATAN KARANGMONCOL,KABUPATEN PURBALINGGA
Pada
masa Pangeran Wali Syech Djambukarang, Padjajaran tidak senang kepada daerah
Cahyana sebab sudah berlainan pandangan yaitu Padjajaran menganut Agama Hindu
sedangkan daerah Cahyana menganut Agama Islam. Maka pada masa Pangeran Wali
Machdum Kusen, Cahyana diserang oleh Padjajaran. Pada waktu itu tentara dengan
jumlah yang besar dipimpin oleh seorang Patih, tetapi berkat pertolongan Allah
S.W.T dan keberanian Pangeran Wali Kusen serta keuletan para santri-santri
pengikutnya, tentara Padjajaran dapat dikalahkan dan kembali ke Padjajaran
dengan tangan hampa. Didalam waktu menghadapi serangan tentara Padjajaran
tampaklah kekeramatan Pangeran Wali Machdum Kusen yaitu pada malam hari beliau
memohon kepada Allah S.W.T menjalankan sholat hajat maka datanglah lebah
berbondong-bondong banyak sekali dan menyerang kepada bala tentara Padjajaran
hingga lari tunggang-langgang jauh dari tapal batas Cahyana, tetapi sisa-sisa
tentara masih banyak yang berhenti di sebelah barat sungai. Dengan serta merta
datanglah seorang makhluk halus (jin) yang sangat besar dan akan menghancurkan
tentara Padjajaran, maka larilah sisa-sisa tentara dari sebelah barat sungai
tersebut, sebagai peringatan maka sungai tersebut diberi nama sungai mulih
(pulang), sebab dari sungai inilah tentara Padjajaran pulang dan hingga saat
ini sungai tersebut masih ada dan juga tidak ketinggalan para santri dan
pengikutnya dipimpin supaya berdoa memohon kepada Allah S.W.T dan doa tersebut
dikenal dengan nama “Braen”.
Braen
tersebut berasal dari kata “Birai” yang berarti kabar gembira, dari Braen
tersebut berisikan tentang doa-doa untuk memohon kepada Allah S.W.T . Braen
dilaksanakan pada hari-hari besar Islam seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha
dan 12 Robiul Awal yang setiap tahun diperingati dengan tradisi atau kesenian
Braen yang terdapat di Desa-desa dan tempatnya di Surau makam Syech Makhdum
Cahyana. Sebelum pelaksanaan biasanya para kaum wanita menata tempat dan
mempersiapkan apa saja yang harus ada untuk melengkapi pelaksanaan Braen agar
berjalan dengan lancar, seperti sesaji. Sebelum acara kesenian Braen dimulai
pemimpin atau rubiah terlebih dahulu memanjatkan doa untuk berjalannya suatu
acara berjalan dengan lancar.
Kesenian
Braen dilakukan oleh orang-orang wanita dengan bunyi-bunyian trebang. Alat
musik pengiring yang digunakan trebang biasanya trebang yang digunakan
berukuran besar ada juga yang trebang yang berukuran kecil. Alat musik tersebut
dimainkan dengan cara ditabuh dimainkan seirama dengan bait-bait yang di
nyanyikan oleh para wanita yang dipimpin oleh rubiah atau pemimpin dalam
kesenian Braen tersebut. Rubiah dalam kesenian Braen merupakan orang yang
beroeran utama dlm memainkan trebang dan sekaligus memandu bait-bait yang mau
dinyanyikan secara berurutan dan trebang yang dimainkan juga harus seirama,
berbunyi nyaring dalam menabuh trebang. Lagu-lagu yang dinyanyikan rubiah lebih
kurang dari 50 bait, isi dari pada Braen tersebut itu bermacam-macam anatara
lain doa, sejarah, pendidikan, dan ketauhidan. Kutipan ini satu bait Braen yang
berisi tentang doa :
“ Tulung matulung, tulung Tuan,
Para Wali liliran njawa nira
Lilirna ing djagate kelawan sir Allah
Para Wali bukakna lawang ing sepangat
Nabi lawan sepangat Allah,”
Terjemahan
“ Mohon pertolongan kepada Allah S.W.T
Para Wali supaya membangkitkan semnagat
Membangkitkan dunia dengan perintah Allah
Para Nabi supaya membuka pintu pertolongan
Yaitu sapangat Allah dan Rasulnya,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar